PENGANUGERAHAN GELAR DR (HC) BUAT KETUA UMUM WAHDAH ISLAMIYAH

Alhamdulillahi robbil 'aalamiin, Ketua Umum Wahdah Islamiyah (WI), Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin memperoleh gelar Doktor Honoris Causa. Gelar DR (Hc) tersebut dianugerahkan oleh International Electronic University Mesir. Menurut asisten ketua Umum, Ustadz Jayadi Hasan gelar Doktor diperoleh Ustadz Zaitun atas peran beliau yang menonjol dalam bidang Studi Islam, Politik Islam, dan Pendidikan.

Penganugerahan gelar Doktor kehormatan ini disambut syukur & sukacita oleh para pengruus dan kader Wahdah Islamiyah di seluruh Indonesia. Ketua Dewan Syari'ah WI, DR. Rahmat Abdurrahman, Lc., MA menulis melalui pesan Whatsapp, "Selamat anugerah Doktor kehormatan kepada Ustadz DR (HC) H. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., MA, pimpinan Umum kita . Semoga membawa berkah buat umat dan lembaga".

Harapan kita bersama tentunya gelar ini dapat menjadi wasilah bagi perkembangan dakwah di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia khususnya ke depannya.

Gelar Honoris Causa (H.C) / Gelar Kehormatan
H.C adalah sebuah gelar kesarjanaan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi/ universitas yang memenuhi syarat kepada seseorang, tanpa orang tersebut perlu untuk mengikuti dan lulus dari pendidikan yang sesuai untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya tersebut. Gelar Honoris Causa dapat diberikan bila seseorang telah dianggap berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia.

Profil Muhammad Zaitun Rasmin, Lc, MA (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah)

Sekitar tahun 1984, beberapa mahasiswa Islam di Universitas Hassanuddin (Unhas), Makasar, Sulawesi Selatan, sepakat menggelar pengajian di kampus. Muncul satu masalah kecil, siapa dai yang akan diundang?
Masalah tersebut rupanya menjadi besar manakala tak kunjung ditemukan dai yang akrab dengan komunitas kampus. Organisasi massa Islam yang ada di sana kurang dekat dengan mahasiswa. Sementara komunitas kampus umum seperti Unhas tak memiliki dai yang menguasai ilmu-ilmu Islam secara memadai.

Masalah ini diam-diam mengendap di benak salah seorang mahasiswa Unhas kala itu. Ia bernama Zaitun Rasmin, mahasiswa Fakultas Pertanian semester 4. Menurutnya, kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada mahasiswa yang mau mengorbankan waktunya untuk memperdalam ilmu agama.

Maka, ia dan rekan-rekannya mulai gencar mengkaji ilmu-ilmu Islam untuk bekal dakwah. Rupanya ini saja tidak cukup. Mengkaji Islam perlu konsentrasi, bukan kerja sambilan.

Terbesitlah niat di hati Zaitun untuk banting setir. "Biarlah saya fokus di dakwah, sementara teman-teman melanjutkan kuliah," ujar Zaitun yang akhirnya memutuskan berhenti kuliah. Sejak itu, Zaitun muda mulai menghabiskan waktunya dengan belajar bahasa Arab.

Sembari belajar, Zaitun tetap menjalankan aktivitas dakwahnya. Malah, untuk memuluskan jalan dakwah ini, ia mendirikan sebuah yayasan bernama Fathul Mu'in.

Zaitun lebih banyak belajar bahasa Arab secara otodidak. Maklum, tenaga pendidik yang menguasai Bahasa Arab saat itu sangat kurang. Keadaan seperti ini lagi-lagi membuat hatinya risau. Ia merasa belum memenuhi syarat untuk menjadi seorang dai, yaitu menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syar'i.

Maka, berangkatlah Zaitun ke Jakarta untuk menuntut ilmu di LPBA (Lembaga Pendidikan Bahasa Arab, sekarang berubah nama LIPIA) untuk mengobati kerisauannya.

Kurang lebih 1,5 tahun menuntut ilmu di LPBA, Zaitun mendapat anugrah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) berupa beasiswa belajar ke Madinah. Selama 4 tahun ia mendalami ilmu syariah di Universitas Islam Madinah. Selesai kuliah tahun 1995, Zaitun kembali ke Makasar untuk melanjutkan dakwah.

Pada tanggal 19 Februari 1998, yayasan yang ia dirikan berubah namanya menjadi Wahdah Islamiyah. "Kami memiliki harapan dan cita-cita besar. Ke depan, kami ingin melihat persatuan umat Islam di atas kebenaran," kata Zaitun berharap.

Di Indonesia bagian Timur inilah harapan dan cita-cita ia bangun. Baginya, untuk membangun cita-cita itu, dibutuhkan banyak tenaga dai yang berilmu. Wujud dari itu semua, bersama dengan kawan-kawannya, ia mendirikan

Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA) pada tahun 1998. Sekolah itu mereka beri nama Ma'had 'Aly Al Wahdah, berada di bawah naungan Yayasan Wahdah Islamiyah.

Selain sekolah tinggi, mereka juga mendirikan sejumlah TKA dan TPA, beberapa amal usaha seperti BMT, toko buku, dan perkebunan.

"Ini murni dibuat oleh anak-anak dari Timur (Makassar) dan tempatnya hanya di masjid. Pada perkembangannya, alhamdulillah, kami mulai mendapatkan bantuan (dari donatur)," akunya.
Sejak tahun 2002, Wahdah Islamiyah telah berubah menjadi organisasi masyarakat (ormas) Islam. Ormas ini kian lama kian tumbuh menjadi besar di Sulawesi. Hingga kini mereka telah memiliki 35 cabang dan 43 daerah binaan. Beberapa di antaranya bahkan berada di luar Sulawesi.

0 Comment "PENGANUGERAHAN GELAR DR (HC) BUAT KETUA UMUM WAHDAH ISLAMIYAH"

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca...!!!

Thank you for your comments