Menjadi Manusia Penuh Manfaat

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Pribadi yang bermanfaat adalah pribadi-pribadi yang dicontohkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat beliau.
Suatu hari, sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beri’tikaf di masjid Nabawi. Ia tertarik ketika melihat ada seseorang di masjid yang sama, duduk bersedih di pojok masjid. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada apa gerangan hingga ia tampak bersedih. Setelah mengetahui masalah yang menimpa orang itu, Abu Hurairah pun segera menawarkan bantuan.
”Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu,” ajak Abu Hurairah.
“Apakah kau akan meninggalkan i’tikaf demi menolongku?” tanya orang tersebut terkejut.
”Ya, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh berjalannya seseorang diantara kamu untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih baik baginya daripada i’tikaf di masjidku ini selama sebulan’”
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut diriwayatkan oleh Thabrani & Ibnu Asakir, dishahihkan al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah.
Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain. Bahkan manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Dishahihkan al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah)
Siapapun Muslim itu, di manapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki kecenderungan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit. Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari)
Yang dimaksud dengan sedekah dalam hadits dia atas adalah kebaikan, utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama.
Seorang Muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis, orientasinya bukanlah sekedar meraup untung sebesar-besarnya, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat kepada orang lain, membantu mereka memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, pedagang dan pebisnis Muslim pantang menipu pelanggannya, ia bahkan memberikan yang terbaik kepada mereka, dan pada saat dibutuhkan menjadi konsultan serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih baik.
Seorang Muslim yang menjadi guru, orientasinya bukanlah sekedar mengajar lalu setiap bulan mendapatkan gaji. Tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat terbaik kepada peserta didiknya. Ia mengasihi mereka seperti mengasihi putranya sendiri, dan ia selalu memikirkan bagaimana cara terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu sehingga anak didiknya lebih cerdas, lebih kompeten dan berkarakter.
Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia memberikan pelayanan terbaik kepada pasiennya. Ia sangat berharap kesembuhan dan kesehatan mereka serta melakukan yang terbaik bagi kesembuhan dan kesehatan mereka.
Saat kita memberikan manfaat kepada orang lain, pada hakikatnya kita sedang menanam kebaikan untuk diri kita sendiri. Jika kita menolong orang lain, Allah akan menolong kita.
Ini jelas ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala salam firman-Nya (yang artinya):
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri…” (QS. al-Israa’:7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya. (Muttafaq ‘alaih)
Jika kita memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan kita bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga pada hari kiamat kelak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Dengan apa kita memberikan manfaat kepada orang lain? Setiap kita memiliki banyak potensi untuk nafi’un li ghairihi.
Pertama, dengan ilmu. Yakni ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita, kita bagikan kepada orang lain. Kita mengajari orang lain, melatih orang lain, dan memberdayakan mereka. Ilmu disini tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia baik berupa pengetahuan, keterampilan hidup, serta keahlian dan profesi.
Kedua, dengan harta. Kita manfaatkan harta yang dianugerahkan Allah untuk membantu sesama. Yang wajib tentu saja adalah dengan zakat ketika harta itu telah mencapai nishab dan haulnya. Selain zakat ada infaq dan sedekah yang memiliki ruang lebih luas dan tak terbatas.
Ketiga, dengan waktu dan tenaga. Yakni ketika kita mendengar keluhan orang lain, membantu mereka melakukan sesuatu, membantu menyelesaikan urusan mereka, dan sebagainya.
Keempat, dengan tutur kata. Yakni perkataan kita yang baik, yang memotivasi, yang menenangkan dan mengajak kepada kebaikan.
Kelima, dengan sikap kita. Sikap yang paling mudah adalah keramahan kita kepada sesama, serta senyum kita di hadapan orang lain. Sederhana, mudah dilakukan, dan itu termasuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain.
Tentunya masih banyak lagi bentuk-bentuk kemanfaatan yang bisa kita berikan. Meski kelihatan kecil namun yakinlah Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kita. 
Dimuat di Majalah SEDEKAH PLUS edisi 2 Tahun 2014

0 Comment "Menjadi Manusia Penuh Manfaat"

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca...!!!

Thank you for your comments