Ibnu Katsir : Syiah Hanya Pamer Di Hari Assyuro

“Setiap muslim memang sepantasnya merasa sedih atas musibah terhadap
Husein radhiyallahu ‘anhu. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu
pemimpin umat Islam, ulama sahabat, serta putra dari putri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya merupakan putri beliau yang
paling utama. Dia adalah ahli ibadah, pemberani, dan dermawan.”
Itulah ungkapan Ibnu Katsir menyesalkan pembunuhan Husein. Tetapi,
lanjutnya, menampakkan kesedihan dan kegundahan yang boleh jadi
sebagian besarnya adalah dibuat-buat dan untuk pamer yang dilakukan
oleh Syiah bukanlah perbuatan baik. Padahal, bapaknya lebih utama
daripada dirinya.
Itulah sebabnya Ibnu Katsir mempertanyakan ketulusan cinta kaum Syiah
kepada ahli bait. “Mengapa mereka tidak menjadikan hari pembunuhan Ali
sebagai hari ratapan seperti yang mereka lakukan terhadap hari
pembunuhan Husein? Bapaknya dibunuh pada hari Jum’at ketika mengimami
shalat Subuh, tanggal 17 Ramadhan 40 Hijriah,” ungkapnya di dalam
kitab sejarah fenomenal beliau, Al-Bidayah wan Nihayah.
Di sisi lain, kata Ibnu Katsir, Utsman lebih baik daripada Ali,
menurut Ahli Sunnah wal Jamaah. Dia dibunuh dalam keadaan terkepung di
rumahnya pada hari-hari Tasyrik Dzulhijjah 36 H. Ia dibunuh dengan
urat nadi dipotong. Tetapi, manusia tidak menjadikan hari kematiannya
sebagai hari ratapan. Demikian juga Umar bin Al-Khaththab yang lebih
baik daripada Utsman dan Ali. Dia dibunuh dalam keadaan sedang berdiri
di mihrab pada waktu melaksanakan shalat Subuh, saat membaca
Al-Qur’an. Kaum muslimin pun tidak menjadikan hari pembunuhannya
sebagai hari ratapan. Demikian juga Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lebih
utama daripada Umar. Manusia tidak menjadikan hari kematiannya sebagai
hari ratapan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi pemimpin anak
cucu Adam di dunia dan di akhirat, Allah memanggilnya kembali
kepada-Nya seperti para nabi lain sebelumnya. Manusia tidak menjadikan
hari kematiannya sebagai hari ratapan, seperti yang dilakukan oleh
orang-orang yang bodoh pada hari kematian Husein.
Tidak ada seorang pun yang hidup pada hari terbunuhnya Husein yang
menyebutkan kejadian-kejadian aneh yang diyakini Syiah. Gerhana
matahari, langit memerah dan lain-lain tidak terjadi pada waktu itu.
Ucapan terbaik ketika mengingat musibah ini[1] dan musibah semacamnya
adalah yang diriwayatkan oleh Husein bin Ali dari kakeknya shallallahu
‘alaihi wa sallam:
مَنْ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ، فَذَكَرَ مُصِيبَتَهُ، فَأَحْدَثَ
اسْتِرْجَاعًا، وَإِنْ تَقَادَمَ عَهْدُهَا، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِنَ
الْأَجْرِ مِثْلَهُ يَوْمَ أُصِيبَ
“Barang siapa tertimpa musibah kemudian teringat kejadian tersebut
lalu mengucapkan istirja’ (ucapan Innâ lillâhi wa innâ ilaihi
râji’ûn), meskipun kejadiannya telah berlalu, maka Allah tetap akan
menulis pahalanya seperti pahalanya saat tertimpa musibah.”[2]
Hadits ini diriwayatkan dari Husein, oleh putrinya, Fathimah yang
menyaksikan pembunuhan terhadapnya. Dia mengetahui bahwa musibah yang
dialami oleh Husein itu akan senantiasa diingat walaupun sudah lama
berlalu. Di antara kebaikan Islam adalah membuatnya menceritakan
sunnah ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu setiap
kali dia ingat terhadap musibah ini, dia mengucapkan kata istirja’
itu, sehingga seseorang itu mendapatkan pahala seperti ketika kaum
muslimin mengalaminya untuk pertama kalinya. Adapun orang yang
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika musibah itu baru saja terjadi, sedangkan musibah itu
sudah lama berlalu, siksaannya lebih besar. Misalnya menampar-nampar
pipi, merobek-robek baju, dan menyerukan seruan jahiliah.[3]
——————–
[1] Al-Bidâyah wan Nihâyah, XI/579
[2] Ibnu Mâjah, hadits no : 1600; pada sanadnya ada kelemahan; Dla’îf
Sunan Ibni Mâjah, hadits no : 349
[3] Al-Fatâwâ, IV/312
* Disadur dari Ensiklopedi Sejarah Dr Ali Ash-Shalabi oleh Agus
Abdullah. Semoga Allah memberikan pahala jariyah kepada beliau

Komentar