KONSEKUENSI
SYAHADAT LAA ILAAHA ILLALLAH
Pembahasan ini sangat penting
karena ia merupakan konsekuensi dari syahadat “Laa Ilaaha Illallah”.
Karena yang menyatakan Laa Ilaha
Illallah bukan hanya di mulut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Man qaala Laa Ilaha Illallah hal min qalbihi”
tidak dikatakan “man qaala Laa Ilaha Illallah dahalal jannah” karena Laa
Ilaha Illallah itu bukan intaqu billisan faqad” tapi “ittiqadu
fidhdhamir. Pengamalan dalam bentuk
syariat dan manhaj al haya. Di sini disebutkan “di antara”, jadi tidak
disebutkan “semuanya”. Jadi, jika seseorang mengucapkan Laa Ilaha Illallah maka
dituntut untuk memenuhi hal ini, jika tidak maka ada penyimpangan dari
pemahamannya terhadap Laa Ilaha Illallah dan inilah yang perlu kita luruskan di
tengah-tengah kaum muslimin.
Beberapa konsekuensi
syahadat “ Laa ilaaha illallah” :
1.
At Ta’ah
(QS. 5 : 7),
Ketika kita
menyatakan Laa Ilaha Illallah berarti konsekuensinya kita harus memberikan
loyalitas mutlak, ketaatan mutlak kepada Allah. Berarti kita mengikrarkan bahwa
ketaatan kita hanya ditujukan kepada Allah dan hanya karena Allah. Kita
ibaratnya seperti prajurit di hadapan komandannya, yang selalu siap bahkan
lebih daripada itu.
2.
Tunduk dan patuh
QS. Al Baqarah : 116 , QS. Al An’am : 56
Ketika kita
mengucapkan Laa Ilaha Illallah berarti kita mengikrarkan bahwa ketundukan kita
hanya ditujukan kepada Allah semata.
3.
Raja’(Harap)
QS. Alam Nasyrah : 8,
QS. At-Taubah : 18
Tidak ada yang
kita harapkan kecuali Allah . Orang yang memahami makna Laa Ilaha Illallah
adalah orang yang paling ikhlasdalam beribadah kepada Allah
4.
Khauf (takut)
QS. Al Baqarah : 40, Ali Imran: 175
Takut yang hanya boleh ditujukan kepada Allah adalah takut ta’abbudi, yaitu
takut karena Kemaha Besaran Dzat-Nya.
5.
Tawakkal
QS. Al Mumtahanah : 4, Al Maidah:23. At
Thalaq : 3
Rasulullah bersabda : ”Seandainya kalian bertawakkal
kepada Allah dengan sesungguhnya, niscaya Allah akan membeerikan rezeki kepada
kalian sebagaimana yang engkau butuhkan, bagaikan burung yang keluar tiap pagi
dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan perut yang buncit karena kenyang”.
Menyerahkan
diri hanya kepada Allah. Banyaknya muncul kesyirikan ini diakibatkan hilangnya
rasa tawakkal kapada Allah.
Contoh kesyirikan: bertawakkal kepada
kemampuan sendiri.
6.
Do’a
QS. Al
Mu’min:60
Do’a dalam
artian meminta, banyaknya terjadi penyimpangan dalam hal do’a yang berkaitan
dengan pengamalan syahadat Laa Ilaha Illallah banyaknya yang meminta sesuatu
yang hanya dapat dikabulkan oleh Allah kepada orang lain.
7.
Al hubb (mahabbah)
Yaitu ketika
kita mengikrarkan syahadat Laa Ilaha Illallaha maka itu merupakan proklamasi
bagi kita bahwa tidak ada yang paling kita cintai kecuali Allah. Kita mencintai
Allah (Mahabbatullah faukakum mimmariba’) mencintai Allah di atas segala
sesuatu yang kita cintai. Kecintaan kita kepada makhluk adalah refleksi
kecintaan kita kepada Allah, kita mencintai seseorang karena kita mencintai
Allah, kita mencintai sesuatu karena rasa kecintaan kita kepada Allah, karena
ia dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Makanya, kecintaan kita kepada
Allah melahirkan mahabbatu ya mahabbahullah. Mencintai apa yang dicintai oleh
Allah. Mahabbatullahi mahabbatullah, mencintai apa yang dicintai oleh Allah dan
mencintai siapa yang dicintai oleh Allah. Tidak boleh kita mendahulukan
kecintaan kita kepada selain Allah daripada kecintaan kita kepada Allah. Jika
kita membaca shirah sahabat, maka kita akan menemukan bahwa mereka mendahulukan
kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di atas segalanya. Dan itulah
konsekuensi dari syahadat Laa Ilaha Illallah.
Dalil : ………..
Jadi kita tidak
boleh mendahulukan kecintaan kita kepada orang tua daripada Allah, mendahulukan
kecintaan kita kepada anak-anak kita daripada Allah, kepada istri, harta benda,
tempat tinggal, usaha yang kita jalankan daripada kecintaan kita kepada Allah,
Rasulullah dan jihad fii sabilillah.
Jadi
konsekuensi dari muktadiyat Laa Ilaha Illallah adalah bagaimana kita
mengarahkan al hubb kita atau kecintaan kita kepada Allah, Rasul-Nya dan kepada
jihad fii sabilillah.
Tiga tingkatan Mahabbah
1. Mahabbatullah
2. Mahabbaturrasulullah
3. Mahabbatu Jihad
fii sabilillah
Jika kita
melihat shirah sahabat, akan kita dapati mereka rela meninggalkan seluruh
kenikmatan hidupnya karena kecintaannya kepada Allah dan kepada Rasulullah.
Contohnya, seorang sahabat yang bernama Hanzalah Radhiyallahu ‘anhu (seorang
sahabat yang jenazahnya dimandikan olrh para malaikat), Hanzalah baru saja
menikah dan bersama dengan istrinya, bersamaan dengan itu ada seruan untuk
berjiha (Hayya alal jihad). Ketika beliau mendengar seruan untuk berjihad,
karena responnya yang begitu cepat dan ia betul-betul mengaplikasikan
mukhtadiyat Laa ilaha Illallah, mencintai Allah, Rasulullah dan jihad fii
sabilillahlebih dari kecintaannya kepada dirinya dan kepada istrinya maka dalam
keadaan bersama-sama dengan istrinya ia langsung meninggalkan istrinya dan
tidak sempat lagi untuk mandi junub langsung berangkat ke bukit Uhud kemudian
bergabung dengan kaum muslimin dan berperang kemudian ia terbunuh. Setelah beliau meninggal dunia, Rasulullah
melihat malaikat turun dari langit untuk memandikan jenazah Hanzalah, lalu
beliau bersabda:”Lihatlah, saudara kalian Hanzalah sedang dimandikan oleh
para malaikat”, dan para sahabat menyaksikan butiran-butiran air ada pada
jasad beliau.
Siapakah
orang-orang di saat ini yang bisa seperti mereka. Yang betul-betul dapat
mengaplikasikan mukhtadiyat syahadat Laa Ilaha Illallah. Mencintai Allah, Rasulullah dan perjuangan di
jalan Allah. Melebihi kecintaannya kepada yang lain. Makanya wajar
jikadikatakan bahwa syahadat Laa Ilaha Illallahmerupakan kajian utama kita.
Karena Rasulullah saja konsentrasi selam 13 tahun untuk mendakwahkan kalimat
Laa Ilaha Illallah ini, dan tentunya kita lebih membutuhkan waktu yang lebih
panjang dari itu.
Contoh lain,
misalnya: “kisah seorang sahabat bernama Julaidid Radhiyallahu ‘anhu, beliau
adalah sahabat yang buruk wajahnya dan pemuda tanggung yang dari rumah ke rumah
beliau mengajukan lamaran namun tak satupun yang menerima, karena selain miskin
beliau juga tidak gagah. Akhirnya beliau mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan menyampaikan persoalannya ini kepada Rasulullah. Maka Rasulullah
memberikan beliau rekomendasi dan menyuruhnya untuk berangkat ke sebuah rumah
dan mengatakan, “Saya adalah utusan Rasulullah untuk melamar putri kalian.”
Maka Julaidid pun pergi dengan harapan bahwa jika Rasulullah yang meminta maka
tidak akan ada yang menolaknya. Julaidid pun memeasuki rumah yang ditunjuk oleh
Rasulullah dan menyampaikan apa yang dipesankan oleh Rasulullah. Orang tua
gadis itupun bersyukur karena mengira Rasulullah yang melamar anak mereka.
Namun Julaidid mempertegas bahwa yang melamar putri mereka adalah dirinya atas
rekomendasi dari Rasulullah. Maka kedua orang tua ini berdiskusi dan berencana
untuk menolak lamaran Julaidid. Namun, anak gadis mereka mendengar pembicaraan
keduanya dan mengatakan: “wahai ayah, wahai ibu, jika Rasulullah telah
menetapkan sesuatu maka tidak bagi kita orang beriman untuk menolaknya.”
Akhirnya lamaran Julaidid pun diterima dan disepakati waktu akad nikahnya.
Menjelang dua
hari sebelum akad nikah, tiba-tiba datang seruan untuk perang (perang Uhud).
Sementara itu beliau sedang berada di pasar untuk membeli mahar untuk
perkawinan beliau. Ketika Julaidid mendengar seruan tersebut, terjadi
pergolakan di dalam hatinya, antar ingin melaksanakan akad nikah atau memenuhi
seruan jihad sebagai aplikasi dan konsekuensi dari syahadat Laa Ilaha Illallah.
Yaitu mendahulukan mencintai Allah, rasul-Nya dan jihad fii sabilillah .
akhirnya beliau tidak jadi membeli mahar melainkan ia pergi ke penjual pedang
dan uang yang rencananya digunakan untuk membeli mahar ia gunakan untuk membeli
pedang, setelah keluar dari pasar beliau langsung berangkat bersama kaum
muslimin menuju ke perang Uhud. Dalam perang tersebut beliau meninggal
dunia. Usai peperangan Rasulullah
bersabda: “saya kehilangan sahabat bernama Julaidid, tolong kalian mencarinya.”
Para sahabat pun mencarinya namun mereka tidak menemukannya. Akhirnya
Rasulullah turut mencari bersama sahabat. Rasulullah menemukan jasad beliau
berada di antara 7 orang mayat orang
kafir dan beliau sedang telungkup, wajah beliau di atas tanah. Rasulullah
membalikkan badannya dan tampaklah bahwa jasad itu adalah Julaidid
Radhiyalllallahu ‘anhu. Yang menggambarkan bahwa sebelum meninggal dunia beliau
membunuh 7 orang kaum kafir.
Kira-kira
siapakah yang bisa seperti ini di zaman sekarang ini, , yang mendahulukan
kecintaan kepada Allah , Rasulullah dan
jihad fii sabilillah dibandingkan dengan pernikahan yang sekian lama telah
dinanti. , yang tidak bisa menunggu beberapa saat untuk menikmati dunia sebelum
menjalankan perintah Allah.
8.
Al Ihtiaratu bih
QS. An Nahl : 98, QS. Al
Jin : 6
Yaitu hanya
berlindung kepada Allah dan hanya bersandar kepadanya.
9.
Al Isti’anatu bihi.
QS. Al Faatihah : 5
Yaitu hanya
meminta pertolongan kepada Allah.
10. Al hukmuhu yati
hukmihi
Berhukum dengan
hukum Allah, menghalalkan apa yang dihalalkan dan mengharamkan apa-apa yang
diharamkan oleh Allah Subhanau Wa Ta’ala.
Ayat-ayat yang
turun di Mekkah itu sebenarnya banyak berkonsentrasi dua persoalan pokok,
yaitu:
1. Taujihul
ibadatilillahi wahdahu. (mengarahkan ibadah itu hanya kepada Allah)
2. Ittiba’ ma
anzalallahu fi tahlili wal harim (mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah
dalam masalah halal dan haram), oleh karena itu, kesyirikan itu banyak macam
dan ragamnya namun ia bermuara pada 2 bentuk kesyirikan, yaitu:
1. Ta’addub al
aliha (berbilangnya Ilah)
2. Ittiba’ gairuma
anzalallahu (mengikuti selain yang diturunkan oleh Allah)
Hal inilah yang
hilang dalam benak kaum muslimin saat ini. Ketika disebut kesyirikan maka yang
muncul di benak kita adalah menyembah patung, meminta kepada makhluk selain
Allah. Padahal kesyirikan itu bermacam-macam dan ia bermuara pada dua bentuk
kesyirikan ini.
Makanya orang
yang berhukum selain kepada hukum Allah itu musyrik. Pantaslah ketika dikatakan
bahwa Islam ini akan mengalami keterasingan yang kedua karena ummat Islam ini
asing terhadap agamanya sendiri, mereka tidak faham dengan syahadat Laa Ilaha
Illallah, tidak faham ukhtadiyat syahadat Laa Ilaha Illallah.
Jadi ketika
kita mengatakan kalau ada orang yang berhukum selain hukum Allah, kalau ada
orang yang ridho dengan syariat selain syariat Allah maka dia kafir, maka
orang-orang akan mengatakan, anda ini orang yang ekstrim, anda ini orang yang
fundamentalis. Apa hubungan antara agama dengan hukum buatan manusia? Padahal
jelas sekali dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa itu adalah konsekuensi daripada
Laa Ilaha Illallah. Konsekuensi dari Rububiyah Allah dan Uluhiyah Allah. Kita
hanya taat kepada syariat Allah, kita hanya menghalalkan apa yang dihalalkan
oleh Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah. Inilah salah satu
kesyirikan yang melanda ummat Islam saat ini.
Para ulama
banyak membahas masalah ini ketika dihadapan mereka terdapat penyimpangan yang
begitu besar. Misalnya Ibnu Taimiah, Ibnu Mandah, Ibnu Qayyim dan ulama yang
sezaman dengan mereka kebanyakan membahas tentang tauhid asma’ wa sifat Allah.
Kemudian perkembangan zaman, syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menuliskan buku
yang berjudul Kitab Tauhid tapi beliau hanya membahas tauhid uluhiyah, karena
penyimpangan pada masa itu adalah pada tauhid uluhiyah, sehingga beliau
memebrikan perhatian pada penyimpangan yang banyak terjadi pada zamannya.
Sekarang jika
ulama banyak membicarakan masalah al hukmu bil gairi ma anzalallah (berhukum
kepada selain hukum Allah), banyak yang membahas tentang masalah ini dan
memberikan perhatian pada masalah ini dibandingkan masalah tauhid Rububiyah,
Uluhiyah datau asma’ wa sifat karena penyimpangan tauhid yang banyak terjadi
saat ini dihampir semua belahan dunia Islam adalah berhukum kepada hukum selain
hukum Allah. Saat ini di Arab saudi saja menerapkan syariat Islam ini tidak
lebih dari 10%. Kita menyatakan bahwa ketika kita ridho dengan hukum buatan manusia,
kita mengamalkan, kita mengaplikasikan maka itu tidak merusak aqidah padahal
itu termasuk nawakihul Islam (diantara pembatal-pembatal keIslaman.
Makanya
ayat-ayat yang turun di Mekkah banyak berkaitan tentang dua hal yang pokok ini,
yaitu mengarahkan ibadah hanya kepada Allah dan mengikuti apa yang diturunkan
oleh Allah dalam masalah hala dan haram. Artinya yang berhak mengarahkan
menyatakan ini boleh atau tidak boleh hanyalah Allah, olehnya pada persoalan al
Hukmu bi gairi ma anzalallah, ia termasuk dalam persoalan tauhid Rububiyah dan
sekaligus tauhid uluhiyah . Dari segi tauhid Rububiyah: misalnya kita
mengatakan bahwa Allah adalah pengatur, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin”,
pengatur alam, Ilahu fis sam’I wahua Ilahu fil ardi, Dialah Ilah di atas langit
dan Ilah di atas bumi, Yang kita ta’ati dan kita patuhi aturannya, Allah yang
mengatur alma semesta ini, dan manusia adalah bagian dari alam berarti manusia
ini harus taat kepada aturan Allah, dari sisi ini.
Sedangkan dari
sisi Tauhid Uluhiyah, jelas bahwa Ilah artinyaAl Ma’bud dan konsekuensinya
adalah at ta’ah, kita hanya taat kepada Allah dan mematuhi segala perintahNya.
Olehnya alhukmu bil hukmillah itu masuk pada tauhid Rububiyah sekaligus tauhid
uluhiyah. Dan yang berhukum selain hukum Allah maka dia syirik.
Dalil : QS. At
Taubah : 31
31. Mereka menjadikan
orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[639]
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
|
[639]. Maksudnya: mereka
mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi
buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat
atau mengharamkan yang halal.
|
Mereka
menjadikan rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka Tuhan selain Allah. Arbaban adalah bentuk jamak dari Rabb,
Rabbun, Rabbani mindunillahi. Yahudi dan nasrani dianggap oleh Allah menjadikan
Rahib-rahib dan pendeta mereka menjadi tuhan-tuhan selain Allah, berarti mereka
musyrik. Untuk memahami ayat ini, maka kita harus melihat kronologis sekitar
penjelasan Rasulullah terhadap ayat ini. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At
Tirmidzi dan hadits ini hasan, seorang yang bernama Adi bin Hatim ath tha’I,
seorang tokoh nasrani di daerah Najran perbatasan antara Yaman dengan Saudi.
Najran di zaman itu adalah pusat penyebaran agama kristen, ketika h sebagai
Rasul maka Adi bin Hatim ath tha’I mendengar kedatangan Rasulullah maka beliau
datang ke Madinah untuk langsung ebrtemu Rasulullah. Untuk melihat apakah betul
dia Rasul atau bukan. Ketika sampai di Madinah maka Adi bin Hatim masuk ke
dalam masjid dan pada saat itu diriwayatkan beliau masih memakai kalung salib
berwarna perak. Ketika beliau duduk di hadapan Rasulullah, Rasul membacakan
ayat ini kepadanya. Maka Rasulullah langsung diprotes oleh Adi bin Hatim dan
menyatakan, “ Yaa, Muhammad, kami tidak pernah ruku’ dan sujud di depan pendeta
kami”, Rasulullah bersabda,”kalian memang tidak eprnah ruku’ dan sujud kepada
di hadapan mereka tapi kalian menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan
apa yang diharamkannya.” Maka Adi bin Hatim menjawab, “betul, kami seperti
itu.” Maka Rasulullah bersabda,”Dzalika ibadatikum iyahum.” Itulah ibadah
kalain kepada mereka.
Di sini kita
lihat bahwa pemahaman Adi bin Hatim ath tha’I memahami bahwa ibadah itu sekedar
ruku’ dan sujud, dan inilah yang dipahami kaum muslimin saat ini tentang
ibadah. Ternyata kata Rasulullah, bahwa kalian taat kepada mereka, taat
buta-buta, menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang
diharamkannya, itulah bentuk ibadah kepada mereka, bentuk ketaatan dan bentuk
ibadah itulah yang menjadikan kalian musyrik. Makanya dari kronologis
penjelasan ayat ini lewat lisan Rasulullah melalui peristiwa ini menunjukkan
behwasanya mengakui satu hukum, produk hukum, undang-undang dan peraturan yng
dibuat oleh manusia berarti kita telah menjadikan orang yang membuat dan
memproduk hukum undang-undang menjadi tuhan-tuhan selain Allah. Dan sekarang
jika kita menjelaskan hakekat syahadat Laa Ilaha Illallah seperti ini maka
mereka akan mengatakan kalian adalah orang-orang yang ekstrimis, memasukkan
sesuatu ke dalam Islam apa-apa yang bukan bagian dari Islam.
Olehnya,
pekerjaan seorang da’I sekarang ini berat, yaitu bagaimana meluruskan pemahaman
ummat hari ini, di dalam buku Syaikh Al Fauzan dalam kitabnya Kitab Tauhid ada
satu bab yang membahas Ittakhiri attakhurihul haqqulillahi Ta’ala, membuat
undang-undang, hukum dan peraturan adalah merupakan otoritas Allah, tidak
berhak manusia untuk membuatnya jadi jika ada seseorang yang membuat
undang-undang, hukum dan peraturan, maka
ia telah mengambil hak otoritas Allah.
Intinya Al Ibadatu lillahi Ta’ala
lasyarikalahu. Ibadah itu hanya kita peruntukkan kepada Allah semata-mata dan
kita tidak mensyarikatkanNya sedikitpun.
QS. Al Maidah : 44, 45,
dan 47, QS. Al Ahzab : 36
SYARAT-SYARAT LAA ILAHA ILLALLAH
Syarat ini seperti yang dimisalkan oleh para ulama’ kita yakni syarat
ibarat gigi- gigi pada kunci (dimana kita mengetahui bahwa setiap kunci
memiliki gigi- gigi). Jadi Jika
dikatakan syahadat disebut sebagai kunci masuk surga, maka syarat Laa Ilaha
Illallah sebagi gigi - gigi kuncinya. Ada tujuh kunci untuk membuka pintu masuk
syurga. Kalau satu giginya copot maka kita tidak membuka pintunya syurga. Maka kesemua
syarat harus ada agar bermanfaat bagi yang melaksanakannya.
1.
Ilmu yang menafikan kebodohan
Yakin akan kalimat tersebut dan
konsekuensinya tanpa ragu sedikitpun.
Dalil: Qs. 47:19
19. Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
Maksudnya adalah mengetahui makna
dan maksud “Laa ilaaha illallah” dan apa yang dimaknakan. Ada orang yang mengucapkan
“Laa ilaaha illallah” tapi tidak ada maknanya pada dirinya.
2.
Yakin yang menafikan keraguan
Dalil: QS.49:15
15.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar.
Maksudnya orang yang mengucapkan kalimat “
Laa ilaaha illallah”, yakin dengan kalimat tersebut dan tahu konsekwensinya dan
tidak ada keraguan pada dirinya. Ketika ada keraguan maka dia orang munafik.
3.
Penerimaan yang menafikan penolakan
Menerima bahwa hanya Allahlah satu-satuny
Dzat yang patut disembah
Dalil: QS. 37:35-36
35.
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha
illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri, 36. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami
harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"
37. Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan
rasul-rasul (sebelumnya).
Maksudnya menerima konsekwensi kalimat
tersebut dalam bentuk ibadah semata- mata pada Allah, meninggalkan ibadah
selain Allah.
4.
Kepatuhan yang menafikan pelanggaran
Kepatuhan dari konsekuensi syahadat Laa Ilaha
Illallah
Dalil : QS.
31:22
22. Dan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang
kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
5.
Ikhlas yang menafikan syirik
Membersihkan amal dari segala noda syirik
Dalil: QS.39:2
2.
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
Maksudnya ikhlas membersihkan amalan dari
semua noda- noda kesyirikan dan menafikan serta meninggalkan berbagai macam
kesyirikan.
6.
Jujur yang menafikan dusta
Hal ini merupakan pembeda antara orang yang
beriman dengan orang munafik
Dalil: QS. 29:1-3
1. Alif laam
miim. 2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? 3. Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Jujur kita ucapkan kalimat “Laa ilaaha
illallah”. Inilah yang membedakan orang beriman dengan orang munafik.
Mengucapkan di mulut sesuai dengan hati.
7.
Cinta yang menafikan benci
Mencintai kalimat tersebut, mencintai
konsekuensinya dan mencintai orang-orang yang mengucapkan kalimat tersebut dan
mengamalkan konsekuensinya.
Dalil: QS.
2:165
165. Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang
yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
|
[106]. Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang
menyembah selain Allah.
|
MARAJI':
- Ma'na laa ilaha illallah/ Syekh
Saleh Al fauzan
- Koreksi terhadap pemahaman
Laa Ilaha Illallah/ Muhammad Qutb.
- Kitab tauhid / Syekh Saleh
Al fauzan.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca...!!!