Membunuh Orang Kafir di Negeri Mereka [Menanggapi Pengeboman dan Penembakan di Paris, Prancis]

Tragedi penembakan dan ledakan terjadi di Paris, Prancis, Jumat malam, 13 November 2015, waktu setempat. Dilaporkan, ratusan orang tewas dalam insiden yang terjadi di dekat pusat kesenian Bataclan.
Lokasi kejadian ini terjadi di enam tempat sekaligus di sekitar kota Prancis, yaitu tepatnya di Stadium State de France, Gedung Konser Bataclan, Rue Bichat, Av. de la Republique, Bd. Voltaire, Rue Charonne, Bld Beaumarchais.
Demikian yang dilansir oleh salah satu media nasional. Sampai saat ini belum dideteksi secara pasti tentang pelaku dan motif di balik insiden tersebut. Hanya saja muncul desas-desus di media sosial bahwa pelakunya adalah ISIS, sehingga Islam pun boleh jadi tersudutkan sebab tragedi itu.
Demi menangkal desas-desus negatif yang seringkali dijadikan sebagai jalan untuk menyudutkan Islam dan menodainya, maka perlu kami jelaskan tentang sikap Islam dan para ulamanya seputar kejadian seperti itu, agar setiap muslim mengetahui duduk permasalahannya, sehingga mereka tidak salah dalam mengambil langkah atau keliru dalam menilai.
Pertama, kami tegaskan bahwa andaikan berita itu benar bahwa ISIS yang melakukannya, maka para ulama Islam telah jauh hari menyatakan bahwa perbuatan seperti itu, (berupa peledakan, pembunuhan dan meneror kaum kafir) adalah perbuatan yang menyelisihi ajaran Islam.
Agar pernyataan ini tidak dianggap mengada-ada, maka ada baiknya kami bawakan sejumlah fatwa dari kalangan ulama dari berbagai zaman.
Seorang penanya pernah berkata kepada Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah-,
السؤال: أحسن الله إليكم: هل القيام بالاغتيالات وعمل التفجيرات في المنشآت الحكومية في بلاد الكفار، ضرورةٌ وعمل جهادي ؟
"Semoga Allah berbuat baik kepada anda. Apakah melakukan pembunuhan dan upaya peledakan pada bangunan-bangunan pemerintah di negeri-negeri orang kafir adalah suatu keharusan dan (termasuk) amalan jihad?"
Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah- menjawab,
((الاغتيالات والتخريب هذا أمرٌ لا يجوز، لأنه يجر على المسلمين شرًّا وتقتيلًا وتشريدًا، إنما المشروع مع الكفار الجهاد في سبيل الله، ومقابلتهم في المعارك، فإذا كان عند المسلمين استطاعة بأن يجهزوا الجيوش، ويغزوا الكفار، ويقاتلوهم، كما فعل النبي –  صلى الله عليه وعلى آله وسلم- لمَّا هاجر إلى المدينة، وصار له أنصار وأعوان، أما التخريب، والاغتيالات؛ فهذا يجر على المسلمين شرًّا.
الرسول –  صلى الله عليه وعلى آله وسلم- يوم كان في مكة قبل الهجرة؛ كان مأمورًا بكف اليد، ) أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ (
كان مأمورًا بكف اليد عن قتال الكفار؛ لأنه لم يكن عنده استطاعة لقتال الكفار، ولو قَتَلُوا أحدًا من الكفار؛ لَقَتَلَهم الكفار عن آخرهم، واستأصلوهم عن آخرهم، لأنهم أقوى منهم، وهم تحت وطأتهم وشوكتهم،
فالاغتيال يسبب قتل المسلمين الموجودين في البلد الذي يعيشون فيه، كالذي تشاهدون الآن وتسمعون، فهو ليس من أمور الدعوة، ولا هو من الجهاد في سبيل الله، كذلك التخريب والتفجيرات، هذه تجر على المسلمين شرًّا – كما هو حاصل – فلما هاجر الرسول –  صلى الله عليه وعلى آله وسلم- وكان عنده جيش وأنصار؛ حينئذ أُمرَ بجهاد الكفار.
هل الرسول– صلى الله عليه وعلى آله وسلم- والصحابة يوم كانوا في مكة، هل كانوا يعملون هذه الأعمال ؟ أبدًا، بل كانوا منهيين عن ذلك.
هل كانوا يخربون أموال الكفار حين كانوا في مكة ؟ أبدًا، كانوا منهيين عن ذلك، مأموريين بالدعوة والبلاغ فقط، أما الإلزام والقتال؛ فهذا إنما كان في المدينة لـمَّا صار للإسلام دولة))

"Pembunuhan dan penghancuran,  ini adalah perkara yang tidak boleh. Karena hal itu akan menyeret kaum muslimin kepada perkara keburukan, pembantaian, dan pengusiran. Hanyalah disyariatkan bersama dengan orang kafir, (yaitu) jihad fisabilillah dan memerangi mereka di medan-medan perang, jika pada kaum muslimin ada kemampuan untuk menyiapkan pasukan-pasukan dan menyerang orang-orang kafir serta memerangi mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, tatkala beliau telah berhijrah ke Madinah dan akhirnya beliau pun memiliki penolong-penolong dan pembantu-pembantu.
Adapun menghancurkan dan membunuh seperti ini, maka ini akan menyeret keburukan bagi kaum muslimin.
Rasul –Shallallahu alaihi wa sallam– pada hari beliau berada di Kota Mekkah, sebelum berhijrah, maka beliau diperintahkan untuk menahan tangannya, beliau diperintahkan menahan tangan dari memerangi orang-orang kafir
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka : "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat!" (QS. An-Nisaa' : 77)
Beliau diperintah menahan tangan, karena beliau tidak memiliki kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir. Andaikan mereka membunuh seorang pun dari orang-orang kafir itu, mereka (kaum kafir) akan memerangi kaum muslimin sampai mereka habis dan mereka (kaum kafir) akan menghabisi kaum muslimin sampai habis. Karena mereka (orang-orang kafir) lebih kuat dibanding kaum muslimin dan mereka (kaum muslimin) berada di bawah tekanan dan kekuatan mereka (orang-orang kafir)
Jadi, melakukan pembunuhan (terhadap orang-orang kafir di negeri mereka) menyebabkan pembunuhan bagi kaum muslimin yang ada di negeri (milik orang kafir) yang mereka (kaum muslimin) hidup padanya, seperti yang kalian saksikan sekarang dan kalian dengarkan.
Jadi, hal itu (yakni, membunuh kaum kafir di negeri mereka) bukanlah termasuk urusan dakwah dan bukan pula termasuk jihad dijalan Allah. Demikian pula halnya merobohkan dan melakukan peledakan ini, akan menyeret bagi kaum muslimin keburukan sebagaimana yang sudah terjadi.
Tatkala Rasul melakukan hijrah dan Beliau memiliki pasukan dan penolong-penolong, maka ketika itulah beliau diperintahkan untuk melakukan jihad melawan orang-orang kafir.
Apakah Rasul dan para sahabat pada hari mereka berada di Mekkah, Apakah mereka melakukan perbuatan-perbuatan ini? Selama-lamanya tidak pernah!! Bahkan mereka (kaum muslimin) terlarang dari hal itu!!
Apakah mereka menghancurkan harta-harta orang kafir, ketika mereka berada di Mekkah? Sama sekali tidak pernah!! Mereka dahulu terlarang dari hal itu!! Mereka diperintahkan untuk berdakwah dan menyampaikan saja. Adapun menekan dan memerangi (kaum kafir),  maka ini hanyalah di kota Madinah, tatkala Islam memiliki negara." [Lihat Fatawa Al-A'immah fi An-Nawazil Al-Mudlahimmah (hal. 41-42) dan Al-Fatawa Al-Ashriyyah fi Al-Qodhoya Al-Ashriyyah (hal. 55-56]
Terkadang ada sebagian orang masuk ke negeri kafir dengan menggunakan visa dan paspor. Lalu ia pun melakukan pembunuhan atau kerusakan. Para ulama kita dari kalangan para fuqoha' (ahli fiqih) menegaskan bahwa jaminan keamanan bagi seorang muslim adalah jaminan keamanan bagi kaum kafir dari seorang muslim. Maksudnya, jika mereka menjamin keamanan kita, maka kita selaku muslim menjaga sifat amanah dengan tidak mengkhianati mereka dengan menakut-nakuti, menzhalimi dan membunuh kaum kafir.
Sudah menjadi kebiasaan dan peraturan berlaku di setiap negara bahwa setiap orang yang masuk ke suatu negeri dengan adanya jaminan keamanan, maka negeri itu berada dalam jaminan keamanan dari gangguan si pendatang.
Diantara kaedah agung dalam syariat agama kita,
المعروف بالعرف كالمشروط بالنص
"Sesuatu yang telah dikenal menurut kebiasaan sama (kedudukannya) dengan sesuatu yang dipersyaratkan menurut nash."
Jadi, sudah menjadi kebiasaan yang baik dan ma'ruf (dikenal) dalam hubungan bilateral bahwa suatu negara wajib menjaga keamanan seorang pendatang, sebagaimana halnya wajib bagi si pendatang menjaga keamanan negeri tersebut.
Lantaran itulah, Al-Imam Asy-Syafi'iy -rahimahullah- pernah berkata,
إذا دخل قوم من المسلمين بلاد الحرب بأمان فالعدو منهم آمنون إلى أن يفارقوهم أو يبلغوا مدة أمانهم وليس لهم ظلمهم ولا خيانتهم
"Jika suatu kaum dari kalangan kaum muslimin memasuki negeri yang memerangi kaum muslimin, dengan adanya jaminan keamanan, maka para musuh (yakni, penduduk negeri kafir harbi itu) aman dari kaum muslimin, sampai mereka (kaum muslimin) meninggalkan mereka, atau mencapai masa jaminan keamanan. Tidak boleh bagi kaum muslimin menzhalimi mereka dan mengkhianatinya." [Lihat Al-Umm (4/263)]
Apa yang ditegaskan oleh Al-Imam Asy-Syafi'iy –rahimahullah-, juga telah dinyatakan oleh Al-Imam Al-Khiroqiy –rahimahullah– dari kalangan Hanabilah, saat beliau berkata,
من دخل إلى أرض العدو بأمان لم يخنهم في مالهم ولم يعاملهم بالربا
"Siapapun yang masuk ke negeri musuh dengan jaminan keamanan, maka orang yang masuk itu tidak boleh mengkhianati mereka (kaum kafir) dalam urusan harta benda mereka dan tidak memuamalahi mereka dengan riba."
Kemudian Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy mengomentari ucapan Al-Khiroqiy -rahimahullah-seraya berkata,
أما خيانتهم فمحرمة لأنهم إنما أعطوه الأمان مشروطا بتركه خيانتهم وأمنه إياهم من نفسه وإن لم يكن ذلك مذكورا في اللفظ فهو معلوم في المعنى
"Adapun mengkhianati mereka (kaum kafir), maka hal itu diharamkan. Karena, mereka hanyalah memberikan jaminan keamanan dengan syarat bahwa si pendatang tidak mengkhianati mereka dan ia berikan jaminan keamanan bagi kaum kafir dari dirinya, walaupun hal itu tidak disebutkan dalam lafazh (perjanjian), maka ia telah diketahui dalam sisi makna."[Lihat Al-Mughni (10/507)]
Seorang mukmin tidak boleh melakukan perusakan, pembunuhan dan kezholiman terhadap orang kafir saat ia berada di negeri kaum kafir tersebut.
Jika ada seseorang berkata, "Kami membunuh mereka, karena mereka juga membunuh saudara-saudara kami di negeri kami," maka kami katakan bahwa anggaplah hal itu dibolehkan –namun tentunya tidak boleh-, maka membunuh orang kafir harus di bawah komando seorang pemerintah resmi, dan tidak menciptakan madhorot atau kerusakan bagi Islam dan kaum muslimin.
Sisi lain bahwa orang-orang yang membunuh kaum kafir di negeri mereka dengan melakukan peledakan dan pengeboman, telah melakukan kezaliman, dimana manusia yang dibom dan dibunuh, tidak semuanya boleh dan berhak dibunuh.
وَإِذَا كَانَ أَصْلُ الْقِتَالِ الْمَشْرُوعِ هُوَ الْجِهَادُ وَمَقْصُودُهُ هُوَ أَنْ يَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ وَأَنْ تَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَمَنْ امْتَنَعَ مِنْ هَذَا قُوتِلَ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ . وَأَمَّا مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِ الْمُمَانَعَةِ وَالْمُقَاتِلَةِ كَالنِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ وَالرَّاهِبِ وَالشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْأَعْمَى وَالزَّمِنِ وَنَحْوِهِمْ فَلَا يُقْتَلُ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ ؛ إلَّا أَنْ يُقَاتِلَ بِقَوْلِهِ أَوْ فِعْلِهِ
"Jika asal peperangan yang disyariatkan adalah jihad, dan tujuannya adalah agar ad-din (ketaatan dan ibadah) seluruhnya hanya untuk Allah, dan agar kalimat Allah adalah yang paling tinggi, siapa yang menolak hal ini, maka ia diperangi berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
Adapun orang yang bukan termasuk golongan yang menyerang dan memerangi, seperti para wanita, anak-anak kecil, rahib, orang tua lanjut usia, orang buta, orang yang menderita penyakit kronis, dan semacamnya, maka tidak boleh dibunuh menurut jumhur (mayoritas) ulama, kecuali jika memerangi dengan ucapan dan perbuatannya." [Lihat Majmu' Al-Fatawa (28/354)]
Kembali ke pembahasan awal. Andaikata yang melakukan peledakan di Perancis adalah orang Islam dan semoga saja bukan kaum muslimin[1], maka apa yang dilakukan oleh mereka bukanlah jihad yang syar'iy, karena tidak di bawah kontrol dan komando pemerintah Islam.
Sebagai kesimpulan, maka dari penjelasan para ulama kita, jelaslah bahwa melakukan pembunuhan –di luar jihad- di negeri-negeri kafir tidak dibenarkan, karena menyelisihi petunjuk Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan menimbulkan banyak kerugian, serta bukan termasuk jihad syar'iy.

Peringatan :
1. Terkadang orang Islam dituduh sebagai pelaku teror, namun ternyata bukan mereka, tapi orang kafirlah pelakunya.
2. Ketika orang kafir melakukan tindakan teror berupa pemboman, namun mereka kok tidak dianggap teroris?! Standar ganda yang curang!!
3. Perbuatan yang tidak mewakili Islam dan tidak mencerminkan ajaran Islam, tidak boleh disandarkan kepada Islam, walaupun yang melakukannya adalah oknum muslim!!
4. Hendaknya segenap kaum muslimin menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan bersabar, agar orang-orang kafir cinta kepada Islam.
5. Kepada generasi Islam, hendaknya kalian membekali diri kalian dengan ilmu syar'iy, agar selalu terbimbing.

* Tulisan ini rampung di Ma'had As-Sunnah, Jalan Baji Rupa, Makassar, pada tanggal 2 Shofar 1437 H.

[1] Sampai turunnya tulisan ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Perancis tentang siapa pelakunya.
oleh : Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah -hafizhahullah-
[almakassari/bangkuceria]

Komentar