A. Solusi terhadap problema-problema ummat atau solusi
atas compleksitas problematika ummat Islam
Untuk
pembahasan problematika ummat kita tidak perlu terlalu membahas lebih dalam
karena akan ada pembahasan tersendiri tentang hal tersebut, jadi kita hanya mengambil garis besarnya saja
bahwa ummat islam hari ini tidak seperti keadaan ummat terdahulu.
Kejayaan-kejayaan yang dicapai ummat terdahulu tidak lagi seperti sekarang,
termasuk sifat atau karasteristik mereka tidak lagi sama dengan kita sekarang
ini. Maka inilah yang disebut dengan problema, akibat problema inilah yang
menyebabkan ummat islam sekarang ini tidak lagi dikatakan sebagi ummat
pemimpin, tapi kita berada pada posisi yang dipimpin, dikendalikan oleh
Amerika. Dan betapa banyak Negara-negara islam didunia ini yang dikuasai oleh
Amerika, ini adalah bukti problema, tentu bagi setiap muslim yang komitmen
dengan agamanya tidak akan membiarkan problema ini berlarut-larut begitu saja,
dia tidak akan membiarkan dirinya tertindas, dia harus bangkit, bangkit kembali
meraih kejayaan, bagaimana caranya?. Kita kembali melihat perkataan Imam Malik
“ Tidak akan jaya ummat ini sebelum
mereka kembali pada apa yang membuat jaya ummat terdahulu”
Inilah
peranan dari tarbiyah islamiyah, kalau kita kaji/kalau kita telaah apa resep
kemuliaan dan kejayaan ummat terdahulu, dalam kajian kita yang mendalam dan
intensif, kita menemukan bahwa resep kemuliaan dan kejayaan mereka adalah
tarbiyah islamiyah.
B. Merupakan Salah satu sarana(wadah) menuntut ilmu
Ilmu
yang dimaksud disini adalah ilmu syar’I bukan ilmu-ilmu umum, sekalipun dalam
tarbiyah kita juga akan membahas ilmu-ilmu umum yang mendukung-yang menopang
dakwah tetapi dia hanya sekunder, ilmu-ilmu umum itu hanya sekunder seperti
manajemen, dalam tarbiyah kita juga belajar ilmu=ilmu kepemimpinan/leadership
karena ilmu-ilmu ini sangat mendunkung, sangat menopang dakwah dan perjuangan
tapi tarbyah ini adalah wadah utama dalam mempelajari ilmu syar’I, kenapa kita
butuh ilmu syar’i? karena :
a)
Kewajiban
menuntut ilmu syar’i
Menuntut ilmu syar’I adalah kewajiban.
Menurut para ulama hukumnya fardhu ‘ain bukan fardu kifayah, jadi kita butuh
wadah atau sarana untuk menuntut ilmu syar’I, kenapa? Karena hukumnya wajib
‘ain.
Kesadaran menuntut ilmu inilah yang
mendorong kita mencari di mana wadahnya yang mendukung untuk menuntut ilmu
syar’I, sebab manusia yang hidup tanpa dituntun dengan ilmu syar’I sama pola
hidupnya dengan binatang, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-a’raf:179
Artinya;
” dan sungguh,
akan kami isi neraka jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka
memiliki hati tetapi tidak dipergunakannya untu melihat tanda-tanda keuasaan
Allah , dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untu
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah”.
Penjelasan ayat: Kenapa dikatakan
manusia lebih sesat daripada binatang, karena binatang tidak akan dituntut
nanti dihadapan Allah , binatang adalah makhluk yang tidak bersyari’at,
misalnya merea kawin,makan dan bergaul tidak ada tuntutan syari’atnya, mereka
kawin dengan anak sendiri karena tidak ada larangannya karena Alqur’an ini
diturunkan untuk manusia dan jin tidak berlaku untuk binatang, kalau kita
ditanya seperti itu apakah kita juga menjawab seperti binatang?(Ulaaia humul
ghaafilun) karena mereka itu lalai.
Jadi kita butuh ilmu syar’I sebab
ilmu syar’I inilah yang menjaga eksistensi kemanusiaan kita. Kita bisa jatuh
bahkan lebih rendah dari binatang ternak, olehnya itu dalam surah At-tiin Allah
menyebutkan:
“ sesungguhnya
Kami menciptkan manusia dengan fisik yang sebaik-baiknya”
Artinya fisik yang terbaik (anatomi tubuh yang
terbaik) dari seluruh ciptaan Allah
adalah manusia. Kalau kita masuk dalam
kategori “tsumma radadnahu asfala
saafilin =dan kami jatuhan mereka pada derajat yang paling rendah” jadi yang bisa mempertahankan derajat kita
agar tidak jatuh adalah “illalladzina
amanuu wa ‘amilusshalihaat”= iman dan amal shalih”. Iman dan amal shalih
ini hanya bisa diraih dengan ilmu syar’I, maka tepatlah kalau para ulama
menetapkan bahwa menuntut ilmu syar’I adalah fardhu ‘ain (tidak bisa
diwakilkan) kepada anak kita/teman kita jadi semua diwajibakan, dimana saja,
dia wajib menuntut ilmu syar’I, dan tarbiyah
adalah salah satu wadahnya. Kami
datang ke kampus anda, ke sekolah anda agar kewajiban anda bisa gugur,
kapan anda tidak mau maka anda berdosa seumur hidup, kalau tidak ada
alternative-alternatif lain. Jadi diawal tarbiyah itu ada doktrin-doktrin
tetapi tetap dalam batas-batas syari’at tentunya. Kita ingin keyakinan ini tertanam, tertancap dalam
diri mutarabbi kita yang beragam ada yang dari sekolah-seolah, kampus-kampus,
karyawan-karyawan dan pegawai-pegawai.
b)
Berilmu sebelum berkata dan beramal
Sebelum segalanya kita lakukan, sebelum
mengucapkan, sebelum berbuat, sebelum bertindak dan sebelum apa saja, kita
berilmu dahulu sebagaiman dalam firman Allah QS.17:36
“Artinya :Dan janganlah kamu mengikuti
sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati
nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya”.
Penjelasan: Jangan kita memindahkan
perkataan sebelum mengecek betul satu
perkataan, apalagi sampai pada hukum syari’at, menghukum halal dan haram,
mungkin kita tau tapi agak lupa(jangan), ini menunjukan begitu pentingnya ilmu
syar’I dan salah satu wadahnya adalah tarbiyah, kita tidak mengatakan ini
adalah satu-satunya tapi paling tidak ini adalah wadah alternative, terutama
pada mereka yang tidak menuntut ilmu syar’I pada pendidikan-pendidikan khusus.
Sehingga tarbiyah ini selanjutnya
memungkinkan menciptakan seorang alumni Unhas bisa jadi da’I, UNM bisa menjadi
da’I, sekolah tinggi ilmu kesehatan juga bisa menjadi da’I. Apalagi yang khusus
menuntut ilmu di tempat-tempat seperti STIBA atau pendidikan yang serupa mereka
dididik dan diarahkan untuk menjadi da’I, dan mereka harus sadar tentang hal
itu, karena mereka dididik bukan untuk jadi pedagang, sopir atau hal-hal yang
membuat tajir lainnya. Kalau ada yang seperti ini, ini adalah penyimpangan
karena setengah mati menuntut ilmu tetapi tidak diamalkan, begitu pula dengan
akhawat yang kuliah di STIBA diarahkan untuk menjadi murabbiyah atau da’I,
jangan keluar dari STIBA hanya menjadi pembantu rumah tangga, paling tidak ilmu
itu dijadikan dasar untuk mendidik anak-anaknya.
C.
Mesin pencetak
kader
Tarbiyah
adalah pencetak kader, mesin pabrik pencetak kader. Jadi kalau kita
menginginkan kader yang banyak harus diadakan tarbiyah. Contoh : Di sebuah
daerah pengurusnya itu-itu saja dari tahun 2005, tidak pernah ada pertambahan
dan pasti tarbiyahlah yang membuat regenerasi kepengurusan mandek, karena :
·
Kader adalah
unsur pengubah
Kader
itu adalah unsur perubah bahkan unsur utama perubahan (kalau kita ditanya
apakah kita mau berubah, khususnya pada akondisi Negara kita, kita pasti
menjawab iya). Perubahan maksudnya kearah yang lebik, baik dari ketidak amanan
menjadi aman, dari merajalelanya kemaksiatan menjadi ketaatan, dari tingginya
harga sembako menjadi rendah. Kita butuh perubahan, kita tidak ingin seperti
ini terus, dari tidak berjalannya syariat sampai pada berjalannya syariat.
Untuk mengubah ini, butuh tenaga, butuh
rijal. perubahan ini tidak akan muncul
kalau tidak ada rijal, jadi jangan terlalu banyak berharap akan ada perubahan dalam
negeri ini kalau tidak bermunculan manusia-manusia yang berkualifikasi rijal.
Dalam Al Qur’an kata-kata rijal, Allah sebutkan paling tidak ada empat ayat
tentang rijal. Yang dimaksud rijal adalah sahabat radhiyallahu’anhum.
Dan disini rijal bisa juga akhawaat,
rijal disini menunjukan kualitas, bukan hanya dilihat dari jenis kelamin. Jadi
aneh kalau misalnya ada ikhwa yang bukan rijal, salah satu tanda-tandanya
adalah tidak mampu memimpin istrinya. Kalau ada ikhwan yang tidak mampu
memimpin istrinya, maka gantian atau tukar kelamin saja.
·
Menjaga
kesinambungan dakwah
Mengapa
kita membutuhkan mesin pencetak kader ini?? Adalah untuk istimroriah, untuk
menjaga kesinambungan kader. Artinya kalau mesin kader ini mandeg, maka dakwah
ini akan rusak. Jadi kemungkinan besar dakwah islam ini akan berhenti pada
tahun 2010 dan boleh jadi dakwah ini akan berhenti di tahun 2009 kalau mesin
ini rusak dan tidak berjalan, maka kelangsungan dakwah ini tidak akan
berlanjut. Karena tarbiyah ini termasuk tarbiyah dalam rumah tangga, kalau
tarbiyah dalam rumah tangga tidak berjalan maka mungkin ikhwan dan akhwat cukup
dipanggil dengan ummi dan abi saja.
D. Mengokohkan
keimanan dan meningkatkannya
Urgensi
tarbiyah adalah menumbuhkan, meningkatkan, memelihara dan menambah. Kita
mengharapkan tarbiyah ini adalah wadah atau sarana paling tidak memelihara iman
atau paling minimal kondisi iman masih dalam keadaan standar. Contohnya apabila
kita berjumpa dengan murabbiyah kita yang shaleh, atau murabbiyah kita yang
shalehah, maka itu sudah cukup menjadikan kondisi iman kita standar. Ibnu
Qayyim berkata
“Saya ini
belum mendapatkan nasihat dari guru saya, saya baru melihat wajahnya keimanan
saya kembali standar.”
Ini baru dia lihat wajahnya, belum dia dengar
nasehatnya, maka kita mengharapkan murabbi-murabbi kita itu harus menjadi wadah
atau sarana penguatan iman, termasuk teman-teman tarbiyah kita yang datang
dalam tarbiyah. Beberapa alasan mengapa kita perlu mengokohkan keimanan dan
meningkatkannya :
a. Iman ini berpluktuasi
Karena iman ini berpluktuasi, maka dia
bisa naik bisa turun, ia naik dengan makin banyak kita melakukan ketaatan dan
ia turun kalau semakin banyak kita melakukan kemaksiatan. Karena itu kita butuh
wadah, kita butuh sarana agar keimanan kita ini bisa bertambah minimal dalam
keadaan yang standar. Dan tidak ada nikmat yang paling besar dari Allah kecuali
nkmat iman. Kalau terpaksa kita harus memilih antara nikmat iman dan nikmat
hidup artinya anda mau pilih hidup atau pilih iman, kalau para salafushaleh
kita, merka memilih iman, mereka tidak memilih hidup, makanya keluarga Yassir
mengorbankan hidup mereka demi mempertahannkan keimannya, Sayyid Qutb rela
mengorbankan hidupnya di tiang gantungan untuk mempertahankan nikmat imannya.
Ini masih kenikmatan hidup, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan harta, apa gunanya harta jika kita
sakit-sakitan, apa gunanya popularitas jika kita juga sakit-sakitan. Karena
iman ini berpluktuasi maka kita membutuhkan wadah atau sarana yang dapat menumbuhkan,
menambah dan meningkatkan keimanan.
b.
Syarat utama
untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat)
Kita butuh iman karena dia merupakan
syarat utama untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagian yang hakiki
tidak akan mungkin kita raih, jika kita tidak punya iman, sekalipun yang lainnya
kita miliki kalau iman ini yang tidak ada, maka kebahagiaan itu tidak akan kita
raih, kita sering memgumpamakan iman itu seperti nilai 1, yang lainnya itu
bernilai 0, bagaimanapun banyaknya nilai nol yang kita kumpulkan dan tidak ada nilai/ angka hidup yang berada di samping
angka nol-nol itu, maka tidak ada gunanya. Disitulah pentingnya nilai iman QS.
An Nahl : 97
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh,
bai laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
dikerjakan.”
Salah satu
mufassirin menafsirkan ayat ini sebagai Arrohah atau ketenangan.
E.
Tarbiyah berfungsi
meningkatkan ikatan ukhuwah
Salah
satu nuansa yang ada dalam tarbiyah adalah nuansa ukhuwah, makanya dahulu
istilah tarbiyah adalah usrah atau keluarga. Kenapa? Agar suasana dalam
tarbiyah itu adalah suasana kekeluargaan. Kalau kita memandang murabbi kita,
selain memandangnya sebagai seorang murabbi, kita juga memandangnya sebagai
seorang ibu, yang lainnya adalah saudara-saudara kita. Makanya suasana yang
terjadi seperti keluarga sendiri, makan bersama, bercanda bersama, ada yang
sakit, kita juga merasakannya. Dan sebagai keluarga kita juga mengunjunginya.
Ada yang merasakan kebahagiaan sebagian juga merasakan kebahagiaan, dan ini
salah satu nikmat yang menarik beberapa pemuda-pemuda islam, nikmat ini tidak
ditemukan di tempat lain, mungkin ada persaudaraan tetapi disana ada celaan,ada
ketidakjujuran. Ada beberapa bentuk pertemanan, seperti gank-gank motor yang
popular di Bandung, ini juga bentuk ukhuwah, tapi ukhuwah yang saling baku
pukul.
F. Media untuk melejitkan dan mengarahkan potensi
Tarbiyah
ini merupakan wadah untuk meledakkan potensi, menumbuhkan potensi dan
mengarahkan potensi ini juga pada setiap murabbiyah agar rijal-rijal ini bisa
diarahkan dalam perjuangan islam maka kita harus menggali potensi , seorang
murabbiyah harus pandai-pandai melihat dimana latar belakang ilmunya,
keterampilannya semuanya harus digali untuk kemudian diarahkan dalam perjuangan
islam yang syaamil/total. Kita menginginkan syari’at islam ini diseluruh lini
kehidupan; kita butuh dokter, kita butuh tenaga keperawatan, apoteker analis, bagaiman
bisa mengolah klinik, rumah sakit bersalin, rumah sakit islam tidak sekedar
namanya saja tapi system yang ada didalam tidak islami. Banyak di Indonesia
Rumah sakit islam tapi di dalamnya bukan syari’at islam yang dijalankan. Kita
menginginkan bagaimana syari’at ada di dalam Rumah sakit, klinik dll, yang
mengelolah nya adalah kader-kader agar system yang berlaku di dalam adalah
system syari’at islam. Kalau dibutuhkan kader, kita harus masuk memperkuat
kader kita difakultas-fakultas kedokteran, sekolah-sekolah tinggi ilmu
kesehatan, ikhwa atau akhwat yang ada di dalam bagaiman harus bekerja keras
untuk membuka jaringan, membuka jalan dakwah dan tarbiyah bisa masuk.
Perjuangan
islam ini membutuhkan kader/rijal dan potensi yang beragam, kita butuh dari
berbagai sisi. Kalau misalnya : ada ikhwa tidak bisa jadi ilmuwan atau menjadi
seorang pemimpin kalau misalnya dia hanya punya keterampilan sopir maka jadilah
sopir yang itqon, jangan jadi sopir yang suka menggores mobil dan bikin jalanan
baru.
Disinilah murabbi pandai-pandai melihat
latar belakang dan harus pandai melakukan “tafjir” melakukan taujih agar
potensi-potensi itu bisa dimanfaatkan untuk perjuangan islam dan setiap kita
harus berniat apa yang bisa kita berikan untuk islam, untuk kejayaan islam.
Pemanfaatan potensi untuk amal islami untuk
perjuangan islam merupakan konsekwensi syukur nikmat, karena bukan kita yang
semata-mata yang memiliki ilmu itu, yang memiliki potensi itu, anda pandai
misalnya dalam satu bidang professional, dalam satu bidang, jangan lupa yang
memberikan itu adalah Allah. Anda bisa
berbahasa arab anda harus bersyukur karena banyak pihak-pihak yang berperan
disitu yang pertama adalah Allah yang kedua adalah guru kita/dosen kita, semuanya
harus kita bersyukur padanya, maka ini adalah bagian dari syukur nikmat, karena
itu potensi /keahlian yang kita miliki ini dianggap kita kufur nikmat, kalau
kita tidak manfaatkan untuk perjuangan /tegaknya syari’at islam, karena ini
dimintai pertanggung jawaban.
G. Sarana untuk melatih beramal jama’I
Salah
satu sarana melatih amal jama’I, karena itu salah satu unsur yang harus ada
dalam tarbiyah adalah amal jama’I. melatih
amal tandzimi bernuansa jama’ah, ada pemimpin dan ada yang dipimpin, ada
aturan/manajemen didalamnya, itulah sesabnya halaqah-halaqah itu ditunjuk
sebagai panitia agar kita terbiasa melakukan amal jama’I. Amal jam’I yang
berhasil membutuhkan profesionalitas.
Misal
: seorang pemain bola dikatakan berhasil kalau bisa bermain bola dengan
baik dan untuk bermain bola dengan baik butuh
latihan yang serius.
Dampak Tarbiyah
yang Tidak Berjalan / Mandek
Ada beberapa
dampak jika tarbiyah mandek, yaitu;
1)
Tidak
akan lahir kader
Jika sebuah tarbiyah mandek, maka kita
akan mendapati tidak ada kader, atau stagnan pengkaderan, atau bahkan bisa jadi
kader akan habis.
Ada
dua hal yang perlu menjadi perhatian perlunya kaderisasi;
a) Tarbiyah
memproduksi kader. Hal ini berarti bahwa tarbiyah yang tidak berjalan maka
bagaimana bisa ada kader
b) Perjuangan
islam butuh kader
Sebuah bukti sejarah yang dapat kita
saksikan hari ini bahwa kita dapat merasakan nikmatnya islam. Tentu hal ini
tidak bisa terjadi jika dakwah tidak sampai pada kita. Adanya dakwah yang
sampai adalah hasil pengkaderan rasulullah kepada sahabatnya, yang kemudian
terus mengkader para tabi’in, kemudian berlanjut kepada tabi’uttabi’in,
kemudian kepada para ulama, hingga sampai pada zaman kita berada. Inilah sebuah
realita bahwa perjuangan islam butuh kader.
2)
Dakwah
tidak mengalami perkembangan
Jika sebuah tarbiyah mandek maka dakwah pun
tidak mengalami perkembangan, hal ini karena;
a) Kurangnya
kader atau da’i
b) Lemahnya
kualitas da’i/kader
3)
Lahirnya
orang-orang yang isti’jal
Mandeknya tarbiyah akan lebih fatal
karena akan melahirkan orang-orang yang isti’jal. Isti’jal berarti tergesa-gesa
tanpa strategi dan ilmu syar’I dalam melakukan sesuatu. Hal ini terjadi karena;
a) Tarbiyah
parsial atau tidak menyeluruh
b) Tarbiyah
yang tidak berlanjut
4)
Futur
Futur menurut defenisi bahasanya adalah
malas. Penyakit futur ini merupakan salah satu penyakit aktivis dakwah, yang
memang hanya berlaku bagi orang-orang yang aktif dalam perjuangan dakwah, yang
dibawa oleh syetan dimanapun kita berada.
Jazakalloh...tulisannya bermanfaat
BalasHapus